Serial Nomaden: Primagama Sampit dalam Kenangan

by - Friday, January 11, 2019


Hai, Bloggers!

Serial Nomaden-nya kali ini tentang Primagama Sampit, ya.

Boleh di bilang, caraku mendapatkan kesempatan menjadi tentor bahasa inggris di Primagama Sampit, cukup unik.
Kejadiannya pada suatu pagi. Saat aku sedang melakukan olah raga kegemaranku, yaitu, berjalan kaki. Aku sengaja menyusuri sepanjang jalan S. Parman menuju arah taman kota. Hanya sekadar berjalan-jalan saja.



Tiba-tiba, aku dicegat seseorang. Yaitu, mbak Tri Lestari. Setahuku, ia guru bahasa inggris di SMK PGRI, yang kebetulan sekolahnya berdekatan dengan sekolah kami, SMK Muhammadiyah Sampit.

“Mbak, boleh minta tolong enggak?” ia bertanya dengan hati-hati. Soalnya, kami berdua bukan teman dekat. Hanya pernah bertemu sekali dua saja pada kegiatan guru bahasa inggris.

“Iya, kenapa?” sahutku penuh rasa ingin tahu. Aneh saja rasanya, mendapati seseorang yang tidak akrab dengan kita meminta tolong. “Ada apa gerangan?” Batinku bertanya-tanya.

“Gantikan aku menjadi tentor bahasa inggris di Primagama. Aku mau ambil cuti, ada urusan pribadi yang harusku selesaikan.” Terangnya panjang lebar.

“Oh, iya. Tapi, kok, aku yang dipilih menggantikan dirimu, mbak. Bukan yang lain?” aku kembali bertanya, penuh rasa ingin tahu. Belum memahami mengapa ia memilihku menggantikannya, dan bukan seseorang yang dekat dengannya.

Menurutnya, ia hanya bertindak spontan saja. Saat bingung mencari seseorang, yang akan menggantikan posisinya saat sedang bercuti. Kebetulan, ia melihat diriku melintas di hadapannya. Seketika saja, ide tentang siapa yang menggantikannya tertuju padaku. Iya, hanya begitu saja.

Baiklah. Setelah menimbang baik-buruk, dan untung-ruginya. Aku menyanggupi permintaan mbak Tri tersebut, dan berjanji akan melengkapi persyaratan pengajuan lamaran kerja ke Primagama. Menurut mbak Tri, surat lamaran itu untuk formalitas saja. Aku pun resmi menjadi  tentor bahasa inggris di Primagama Sampit.

Hampir sama dengan di SMK Muhammadiyah, suasana bekerja di Primagama Sampit pun sangat menyenangkan. Padahal, tentor-tentor di situ berasal dari beragam suku dan agama yang berbeda.



Ada yang suku banjar, dayak, manado, jawa, batak, bugis, sunda dan lain sebagainya. Dengan agama terdiri dari Islam, Protestan dan Katolik. Meski demikian, kami sangat akrab, pertemanan yang terjalin tidak dibatasi sekat-sekat perbedaan. Mengalir saja secara alami berlandaskan sikap saling menghormati dan saling mendukung yang tulus.

Saat paling menyenangkan tentu saja pada waktu jam istirahat. Seolah-olah sehati saja, semua tentor melebur jadi satu. Semuanya terlibat dalam riuh-rendah bercanda-tawa, saling melempar guyonan, yang membuat suasana dari ruangan yang hanya berukuran 2x3 tersebut semakin meriah dan hangat. Sungguh, lingkungan kerja yang sehat lagi menyenangkan.

Apalagi, sebagai pimpinan cabang, Pak Joko Sudarsono dan istrinya Mbak, Ana, sangat pandai menghargai jerih payah tentor-tentor-nya. Makan bersama sudah biasa kami lakukan. Tapi, yang membekas di hati adalah cara mereka memberi perhargaan-penghargaan kecil kepada kami para tentor-nya, seperti, setiap pulang rapat kami si sanguin goody bag yang berisi pulpen, notes, teh kotak dan lain-lain. Isinya, sih, biasa saja, tapi caranya menghormati dengan memberi goody bag sebagai tempat 'jatah' kami tersebut, yang sangat menghangatkan hati.



Di Primagama aku juga berhadapan dengan beragam murid, berasal dari berbagai sekolah dengan latar belakang ekonomi yang berbeda. Sempat membuatku kerepotan pada awalnya, karena murid-muridnya banyak yang pintar-pintar. Entah mengapa banyak sekali bintang kelas berkumpul di sana. Bikin kepala tentor-nya sering senut-senut. Heee!

Menyangkut murid-murid ini, kami tak selalu belajar bahasa inggris. Apalagi menjelang ujian nasional, kebanyakan dari mereka sudah puas belajar di sekolah. Sehingga, menjadikan saat-saat di Primagama hanya sebagai tempat bersenang-senang saja. Kadang mereka curhat, mengeluh tentang beban belajar yang semakin berat, tentang target-target yang harus dicapai, tentang harapan guru-guru dan orang tua mereka. Membuat kita yang melihat merasa iba.

Tapi, yang paling berkesan, saat memberi les kelas khusus menjelang ujian nasional. Kebetulan satu kelas isinya murid-murid SMA Katolik semua. Suatu ketika kami sama sekali tidak belajar. Hanya diskusi saja. Mereka bertanya dan aku menjawab. Pertanyaannya, mengenai ajaran islam. Mengapa perempuan setelah haid harus mandi bersih? Mengapa dalam islam poligami diperbolehkan, apa ibu setuju dengan poligami? Apa ibu sependapat dengan tindakan Amrozi cs mengenai bom bali? Dan lain sebagainya. Aku berusaha menjawab semua pertanyaan mereka berdasarkan pengetahuan ilmu agama yang kuketahui. Hingga tak terasa bel tanda istirahat berdentang, kami hanya membahas pertanyaan-pertanyaan tersebut saja dan sama sekali tak belajar soal-soal ujian. Sungguh diskusi yang menyenangkan!

Itulah, pengalaman menyenangkan saat menjadi tentor di Primagama Sampit. Aku mendapatkan persahabatan yang hangat dan pengalaman berharga dari sana. Salah satu tempat, yang penuh kenangan baik. Semoga Primagama Sampit semakin berjaya.

#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan one day one posting bersama Estrilook Community
#day10


You May Also Like

0 komentar