Saliwang

by - Thursday, January 24, 2019

Di sekolah kami ada dua guru yang bernama pak Santoso. Yang satunya pak Santoso Adi sang kepala sekolah, dan satunya lagi pak Santoso (saja) pengampu mata pelajaran sosiologi dan antropologi.

Sumber Foto Pexels.com


Pak Santoso (saja) ini salah satu guru yang sabar dan sangat cocok menangani anak kelas tiga IPS. Istilahnya penduduk planet pluto, he fits us so well. Beliau enggak pernah terintimidasi oleh sikap kami yang lebih mirip penindas dari pada murid sma. Si bapak selow saja menanggapi setiap tingkah kami yang suka seenaknya itu.

Suatu hari, karena ada urusan keluarga beliau minta izin kepada kami, siapa tahu absen mengajar keesokan harinya. Kami pun menanggapi berita tersebut dengan senang hati dan penuh syukur. Siapa, sih yang enggak suka jam kosong. Sepertinya, hampir semua murid menyukai saat tak harus belajar.

“Bapak enggak  mengajar besok?”

“Asyiiik”

“Iyes!”

“Yang bener, ya, pak. Awas, loh, kalo bapak bohong”

“Bener, ya, Pak. Jangan sampai bapak datang ke Sekolah, besok, ya!”

Si Bapak hanya tertawa mendengar tanggapan kami, atas rencananya tidak turun mengajar esok hari, yang tentu saja bernada tak sopan tersebut.

Esok harinya, pak Santoso memang enggak hadir mengajar kami, membuat seluruh penghuni kelas  bersuka cita. Dalam rangka menikmati kebebasan, ada yang pergi ke kantin, menggosip, membaca atau hanya sekadar bermalas-malasan di dalam kelas.

Namun, tak lama berselang.
“Assalamu’alaikum,” Terdengar seseorang mengucapkan salam. Sepertinya suara seseorang yang kami kenal. Ah, ternyata benar! Di sana pak Santoso (saja) sudah memasuki kelas kami sambil menyungging senyum manis. Tepatnya, senyum kemenangan, karena berhasil menggagalkan rencana kami menikmati hari kemerdekaan.

Kontan saja hampir seluruh penghuni kelas bereaksi. Bersuara menyatakan rasa keberatan

“Loh, Pak. Katanya hari ini bapak enggak ngajar, kok, turun sih”

“Bapak ini, loh, ingkar janji. Katanya enggak ngajar tapi, kok, hadir”

“Yah, belajar lagi.”

“Ih, sebel sama bapak ini”

Pak Santoso hanya bisa meringis mendengar ocehan bernada protes kami. Beberapa waktu beliau hanya mendengarkan saja, sampai akhirnya berkata,

“Aduh, mbak. Saya ini udah bela-belain hadir ke sekolah demi kalian, loh. Sampe sini, kok, malah diomelin,” keluh beliau (masih) sambil tertawa, salah tingkah.

Demi melihat ekspresi si bapak yang memelas, kami pun menjadi tidak tega dan ikut-ikutan tertawa juga.

Saat jam pelajaran dimulai, ternyata turun hujan. Seolah-olah batin kami saling terhubung, yang membuat kami sepakat sedikit bermain-main dengan beliau.

Tatkala pak Santoso memberi tahu halaman tugas kepada teman-teman di lajur kanan, yang di sebelah kiri teriak “Tugasnya halaman berapa, pak?”

Begitu lagi saat beliau pindah ke jalur kiri, gantian penghuni di lajur kanan yang teriak “Tugasnya halaman berapa, sih, pak?”

Begitu terus sampai beliau bolak-balik sekitar tiga kali. Hingga akhirnya beliau sadar kalau sedang di kadali murid-murid. Si bapak pun maju ke papan tulis, untuk menuliskan satu kata berbunyi;

SALIWANG

Dalam bahasa jawa yang artinya TULI, dan tulisan ini ditujukan buat kami yang pura-pura enggak mendengar omongan beliau. Karuan saja kami pun tertawa riuh. Hore! Skor 1-1 buat kami versus pak Santoso*wkwkwk*

#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan odop bersama Estrilook Community

#day 24







You May Also Like

0 komentar