Komputer Baru dan Cerita Dibaliknya

by - Tuesday, January 08, 2019

Revisi naskah buku solo baru memasuki bab 5. Terlambat sekitar 2 bulan dari rencana penggarapan semula. Masalahnya, bukan karena sengaja menunda-nunda atau tidak mau mengerjakan.



Kebetulan, sejak mengambil kelas menulis di sekolah perempuan tempo hari, laptopku rusak. Kupikir si laptop cuma sekedar merajuk. Minta dielus-elus saja, di otak-atik bisa kembali sembuh seperti sediakala.

Memang, sejak berhenti mengajar sekitar 5 tahun lalu. Aku jarang menggunakan laptop ini. Sekali dua saja aku menghidupkannya. Itu pun hanya buat menonton drama korea saja. Rupanya, akibat jarang digunakan, justru
membuat si laptop rusak.



Malangnya, jadwal kerusakannya yang bertepatan dengan aku mengikuti kelas menulis, saat-saat begitu membutuhkan laptop. Makanya, sebagian besar tulisan hanya dikerjakan melalui gawai saja.

Agar menulisnya tetap terasa nyaman, dan hurufnya tidak terlalu kecil, setting handphone-nya dirubah sesuai tampilan seluler. Alhamdulillah, tugas menulis naskah tetap bisa dilakukan, meskipun banyak kekurangan di sana-sini

Akan tetapi, ketika merevisi naskah sesuai arahan cikgu mentor, hanya dengan menggunakan ponsel mulai terasa menyulitkan. Terutama, saat dicek tulisan yang sudah disetor rupanya mengalami banyak kesalahan. Misalnya, tanda baca yang dilanggar, bertebarannya kalimat bertele-tele dan sangat tidak efektif, belum lagi diksi yang kacau, dan cerita yang tidak berkaitan dengan tema justru dijelaskan secara berlebihan. Singkat cerita, naskahnya, memerlukan perombakan besar-besaran, dengan cara harus ditulis ulang. Di situlah terasa sekali betapa aku butuh laptop

Namun, aku harus pakai laptop yang mana? Laptop suami dipakai buat bekerja, disamping akhir-akhir ini laptopnya pun sering nge-hank juga. Sementara harddisk laptopku tak bisa diperbaiki sama sekali alias rusak total. Ya, bingung. Ya, pusing jadinya.

Minta dibelikan laptop baru sama suami, aku merasa enggak nyaman. Mengingat harga laptop tak semurah harga payung cantik. Kalaupun ingin beli baru, aku  harus menabung dulu, yang berarti membelinya tak bisa dalam waktu dekat. Mesti sabar menunggu.

Akhirnya, aku meminta izin kepada suami. Bagaimana, kalau hari sabtu dan minggu, aku gunakan buat merevisi naskah menggunakan komputer di kantornya. Toh, di akhir pekan kantornya juga libur. Sempat tercenung sejenak, suamiku pun mengizinkan saja.

Namun, rupanya ia merasa tak nyaman kalau aku harus menumpang mengetik di kantornya. Setelah mengalami pergulatan batin, suatu sore sekitar awal bulan Desember, secara mengejutkan suamiku mengatakan akan membeli PC ( Personal Computer) khusus buat dipakai di rumah, dan akhir tahun 2018 kemarin, PC baru kami sudah mendarat di rumah dengan selamat. Alhamdulillah



Sebagai wujud syukur, malam harinya, aku langsung menggunakan komputer baru kami, buat merevisi naskahku yang sudah lama terbengkalai.

Aku sadar, komputer baru adalah bentuk dukungan suami kepadaku agar serius menekuni dunia menulis. Semangatnya tidak boleh cuma dimulut saja, istilahnya hanya panas-panas kotoran ayam*wkwkwkwk* saja.

Semoga saja aku mampu tetap konsisten menulis, dan bersedia terus belajar. Setidaknya, pikir-pikir kalau mau bermalas-malasan. Ingat akan pengorbanan suami yang sudah membelikan PC baru. Semoga!

Sumber foto: pexels.com

#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan one day one posting bersama Estrilook Community
#day7

You May Also Like

0 komentar