Curcol, aje!
Beberapa hari yang lalu. Aku cerita ke suami, kalau seseorang mengabaikanku alias bersikap cuek. Kubilang juga ke suami, bahwa aku enggak marah menerima perlakuan tersebut. Boleh jadi, ia bersikap demikian sebagai reaksi terhadap sikapku, yang juga pernah tak acuh terhadap dirinya.
Sumber Foto. Pexels.com |
Suamiku pun berkata “Cuek-mencueki itu biasa aja, kita pun sering begitu sama orang lain. Enggak perlu dimasukin hati”
Iya, aku setuju dengan pendapat suamiku ini. Dalam pergaulan antar sesama. Hal tersebut lumrah saja terjadi, gesekan-gesekan kecil, benturan-benturan ringan hingga berat, yang berujung pada saling mengabaikan, menimbulkan riak-riak kekesalan dan perasaan tidak nyaman. Padahal, penyebabnya mungkin sepele saja.
Kejadian seperti ini tentu saja merupakan ujian kedewasaan. Bagaimana cara mengelola perasaan, saat harus berhadapan dengan situasi kurang nyaman. Agar reaksi yang keluar enggak merusak kenyamanan semua orang.
Jujur, enggak mudah untuk selalu menjadi bijak. Kadang, ada saat-saat tertentu ingin rasanya memanjakan hati. Bertingkah egois. Terang-terangan menunjukkan rasa tersinggung, marah dan kesal. Menghambur kemarahan ke sana-kemari, hingga bertarung mati-matian memanjakan emosi.
Tapi, tentu saja sikap tersebut ada efek sampingnya. Selain, akan membuat orang lain menjauh, mengucilkan diri kita. Menanggung rasa malu sehabis mengumbar emosi, akan menimbulkan rasa sesal di hati. Dua akibat yang sama-sama tak mengenakkan. Makanya, kalau tidak siap menghadapi risiko ini, lebih baik pikir-pikir dulu sebelum bertindak.
Tapi, kita kan manusia biasa. Enggak bisa selalu mengorbankan perasaan sendiri demi ketenangan dunia. Orang lain berbuat sekehendak hatinya. Masa kita santai saja, enggak boleh tersinggung, enggak boleh marah.
Tetap boleh, kok. Aku pun sering juga tersinggung. Namun, belajar dari pengalaman terdahulu, tidak semua perbuatan buruk orang lain harus di balas. Kadang, ada yang lebih baik di bawa bersabar saja. Apalagi, kalau persoalannya sepele. Tak perlu banyak drama, tidak membesar-besarkan, alias mengabaikannya, seolah-olah tak ada yang terjadi adalah pilihan bijak.
Terus, bagaimana jika rasa tersinggungnya sudah tak tertahankan lagi? Biasanya, aku akan menghindar dulu. Menjauh dari orang atau kelompok tertentu, sampai aku mampu menguasai perasaanku lagi. Bahkan, aku tak segan-segan menolak ajakan atau undangan orang lain, demi menenangkan diri. Aku benar-benar harus menjauh dari siapa pun saat emosi.
Cara ini cukup efektif untukku dalam mengurangi dampak kekesalan hati, dan hubungan dengan orang lain pun enggak rusak atau pun hancur.
Dengan catatan, kemarahan yang dimaksud di atas adalah kemarahan dalam hal-hal duniawi saja. Bukan berkaitan dengan agama. Sebagai manusia beragama, kita wajib marah saat ada yang menghina agama kita.
Ya, begitu saja.
#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan one day one posting bersama Estrilook Community
#day15
0 komentar