Gara-gara Cerpen Balada Anak Kelas Dua
Kelas kami mendapat tugas mengisi majalah dinding sekolah. Mengetahui hal tersebut kami pun berbagi tugas. Ada yang menulis salam redaksi, membuat artikel, humor, pojok mading, anekdot, tips menarik, opini, info unik, puisi, cerpen, cerbung dan lain sebagainya.
Sumber Foto. Dokumen Pribadi |
Aku menawarkan diri menulis cerpen fiksi yang kuberi judul Balada Anak Kelas Dua. Dengan mengambil setting suasana belajar kelas kami. Di kelas dua IPS, dan menggunakan nama-nama temanku sebagai tokohnya.
Ya, namanya saja cerita fiksi, bukan kisah nyata. Idenya boleh jadi diambil dari kisah nyata, tapi ceritanya sendiri sudah banyak mengalami penambahan agar tercipta efek dramatis bagi pembacanya.
Nah, pada bagian-bagian tertentu aku menggambarkan si tokoh utama sebagai orang yang tidak cerdas. Narasinya kubuat seperti ini 'Totok memperlihatkan wajah blo'on-nya yang khas'
Tak disangka kalimat tersebut memicu kemarahan dari teman kelasku yang bernama Totok. Memang, nama tokoh utama ceritaku adalah si Totok. Akibat merasa tersinggung ia pun merobek sebagian cerpenku yang sudah terpampang di mading sekolah.
Karuan saja, perbuatan Totok ini membuat teman yang lain murka. Mereka marah karena melihat cerpenku yang disobek dengan semena-mena oleh si Totok. Padahal teman-teman merasa sudah bersusah payah menerbitkan mading tersebut.
Perseteruan tak terhindarkan, dan perang mulut antara teman-temanku dan Totok berlangsung sengit. Dari gayanya kedua belah pihak tak ada yang mau mengalah, masing-masing pihak merasa bahwa diri mereka lah yang paling benar.
Sampai akhirnya berita mengenai percekcokan ini sampai ke telinga kepala sekolah. Akhirnya, kami semua pun dipanggil kepala sekolah agar berkumpul pada pertemuan OSIS, maksud beliau mungkin menyidangkan pihak-pihak yang berseteru. Berarti persidangan ini digelar untuk mendamaikan antara aku dan teman-temanku melawan Totok.
Ada kejadian lucu. Sebelum sidang dimulai, salah seorang adik kelas bernama Daud Yusuf berujar kepada Totok “Jangan khawatir, Tok. Nanti kalo pas sidang aku akan membela dirimu mati-matian,” ujarnya memberi dukungan kepada Totok, sambil tersenyum menenangkan
Tak lama berselang usai berkata begitu, datanglah rombongan teman-temanku, Rahmawati Umar, Rahmawati Rahman dan Nurjannah Daud. Mereka ini teman-teman yang sangat marah melihat perbuatan Totok. Kedatangan mereka memberi efek kehebohan. Soalnya, belum masuk ke dalam ruangan baru di pintu saja, mereka sudah mulai ngomel-ngomel panjang lebar, menyemprot Totok dengan kalimat-kalimat menyalahkan, menghardik dengan tensi kemarahan yang tinggi.
Tak mau kalah Totok balas menyerang. Mempertahankan pendapat, mati-matian bersikukuh perbuatannya tersebut adalah tindakan, yang diambil dalam rangka membela kehormatan dirinya yang sudah diinjak-injak olehku.
Ada kejadian lucu. Sebelum sidang dimulai, salah seorang adik kelas bernama Daud Yusuf berujar kepada Totok “Jangan khawatir, Tok. Nanti kalo pas sidang aku akan membela dirimu mati-matian,” ujarnya memberi dukungan kepada Totok, sambil tersenyum menenangkan
Tak lama berselang usai berkata begitu, datanglah rombongan teman-temanku, Rahmawati Umar, Rahmawati Rahman dan Nurjannah Daud. Mereka ini teman-teman yang sangat marah melihat perbuatan Totok. Kedatangan mereka memberi efek kehebohan. Soalnya, belum masuk ke dalam ruangan baru di pintu saja, mereka sudah mulai ngomel-ngomel panjang lebar, menyemprot Totok dengan kalimat-kalimat menyalahkan, menghardik dengan tensi kemarahan yang tinggi.
Tak mau kalah Totok balas menyerang. Mempertahankan pendapat, mati-matian bersikukuh perbuatannya tersebut adalah tindakan, yang diambil dalam rangka membela kehormatan dirinya yang sudah diinjak-injak olehku.
Oh, lihatlah wajah Daud Yusuf yang tadinya sempat menawarkan pembelaan kepada Totok. Jangankan membela Totok, bersuara saja ia tak mampu. Ia hanya duduk sambil meringis di samping Totok. Sebagai pembaca situasi ia termasuk cerdas karena mundur sebelum bertanding. Ia paham ini adalah pertempuran yang tak mungkin dimenangkan olehnya.
Boleh dibilang, dibanding kemarahan teman-teman, kemarahanku sebagai pengarang cerpen yang sudah di robek malah kurang ganas. Entahlah, melihat perdebatan sengit antara Totok dan teman-teman justru membuatku meringis. Ya, bingung. Ya, mau ketawa.
Selain dua grup yang saling bersahutan tersebut, kami yang berada di ruangan itu hanya bisa menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Kadang melihat ke arah Totok. Kadang melihat ke arah teman-temanku, persis adegan film kokos Tweety menonton pertandingan tenis antara beruang dan harimau. Tengok kiri, tengok ke kanan. Iya, hajar terus *Wkwkwk*
Untungnya, tak lama pak kepala sekolah memasuki ruangan, sehingga suasana dapat sedikit terkendali.
Intinya, pak Santoso tidak membelaku maupun Totok. Demi menenangkan Totok, pak Santoso mengatakan bahwa ceritaku hanya lah fiktif belaka, tak perlu merasa tersinggung.
Sedangkan kepadaku pak Santoso berpesan teruslah berkarya tapi tetap harus berhati-hati. Sebaiknya sebelum menerbitkan karya fiksi dengan tokoh-tokoh yang nyata, kasih pemberitahuan terlebih dahulu bahwa tulisan ini hanya lah fiktif belaka.
Demikianlah peristiwa cerpen yang menghebohkan itu, menjadi kenangan yang konyol dan lucu buat kami semua.
#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan odop bersama Estrilook Community
#day 30
Boleh dibilang, dibanding kemarahan teman-teman, kemarahanku sebagai pengarang cerpen yang sudah di robek malah kurang ganas. Entahlah, melihat perdebatan sengit antara Totok dan teman-teman justru membuatku meringis. Ya, bingung. Ya, mau ketawa.
Selain dua grup yang saling bersahutan tersebut, kami yang berada di ruangan itu hanya bisa menolehkan kepala ke kiri dan ke kanan. Kadang melihat ke arah Totok. Kadang melihat ke arah teman-temanku, persis adegan film kokos Tweety menonton pertandingan tenis antara beruang dan harimau. Tengok kiri, tengok ke kanan. Iya, hajar terus *Wkwkwk*
Untungnya, tak lama pak kepala sekolah memasuki ruangan, sehingga suasana dapat sedikit terkendali.
Intinya, pak Santoso tidak membelaku maupun Totok. Demi menenangkan Totok, pak Santoso mengatakan bahwa ceritaku hanya lah fiktif belaka, tak perlu merasa tersinggung.
Sedangkan kepadaku pak Santoso berpesan teruslah berkarya tapi tetap harus berhati-hati. Sebaiknya sebelum menerbitkan karya fiksi dengan tokoh-tokoh yang nyata, kasih pemberitahuan terlebih dahulu bahwa tulisan ini hanya lah fiktif belaka.
Demikianlah peristiwa cerpen yang menghebohkan itu, menjadi kenangan yang konyol dan lucu buat kami semua.
#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan odop bersama Estrilook Community
#day 30
0 komentar