Cucuk dan Kelas yang Kosong

by - Friday, February 01, 2019

Postingan hari ke-31 ini, masih tentang ulah penghuni kelas rusuh yang suka usil terhadap para guru. Sepertinya, hanya guru-guru tertentu yang selamat dari keusilan kami.

Fani, Ma'u dan aku. Sumber Foto. Dokumen Pribadi

Di antara yang selamat, sebut saja ibu Hesti Handayani guru bahasa Inggris. Hampir semua penghuni kelas rusuh segan terhadap si ibu, sehingga beliau aman dari kejailan kami. Alasannya, entah karena pelajaran bahasa Inggris sulit dikuasai yang membuat kami takut berbuat macam-macam terhadap beliau.

Berikutnya yang selamat tentu saja pak Santoso Adi sang kepala sekolah. Alasannya sudah jelas, karena beliau kepala sekolah, di samping ia juga orang yang tegas. Seganas-ganasnya kami tak ada seorang pun yang punya nyali berhadapan dengan beliau.

Bayangkan saja, setiap pelajaran matematika kelas ips yang biasanya berisik jadi sunyi dan damai. Sepertinya kami semua takut sama kepada beliau.

Lihat saja kalau beliau menerangkan kami semua diam dan sok memperhatikan. Padahal mengerti apa yang ia bahas juga enggak. Beda sekali ketika beliau keluar ruangan barulah tampak tabiat kami yang sebenarnya, semuanya melepaskan napas lega, dan sisanya ada juga yang terengah-engah macam sehabis dikejar-kejar binatang buas.

Begitulah sikap kami terhadap pak Santoso, jangankan hendak mengusili atau mengerjai, melempar canda saja kami pikir-pikir. Takut kalo salah terus beliau jadi murka. Padahal, memarahi kami habis-habisan saja beliau tidak pernah. Entah mengapa kami takut sekali sama pak Santoso.

Itulah di antara guru pelajaran umum yang selamat dari keusilan kami. Sementara sisanya, ya, begitu deh. Contohnya nasib bu Sri, dan pak Ali Minaryo.

Kalau ibu Sri guru bahasa Indonesia pernah juga jadi korban kenakalan kami. Pelakunya, temanku si Fani. Kebetulan dinding penghubung kelas kami ada yang bolong.

Nah, kesempatanlah keadaan itu bagi Fani mengerjai ibu Sri. Sebelum melancarkan niat nakalnya Fani sudah bersekongkol dengan Muhammad Taufik adik kelas kami, penghuni kelas sebelah yang tempat duduknya berdempetan dengan lubang di dinding itu.

Jadi, oleh Fani kursinya ibu Sri sengaja di letakkan di dinding yang bolong tersebut, dan saat Fani berteriak 'cucuk' itu tandanya M. Taufik harus melancarkan serangan dengan mencucuk tubuh bagian belakang beliau dengan lidi. 'Cucuk' kata Fani berulang kali. Cucuk, cucuk, cucuk. Untungnya, ibu Sri segera sadar dan memindahkan tempat duduknya menjauh dari lubang itu. Selamatlah beliau dari perkara cucuk-cucuk itu.

Lain ibu Sri lain lagi nasib pak Ali Minaryo. Kejadiannya saat mata pelajaran tata negara. Akibat mata yang mengantuk dan bosan, aku sengaja minta izin keluar ruangan. Maksud hati hanya ingin menyegarkan diri, tapi lama kelamaan jadi semakin malas kembali ke kelas alias ingin bolos saja.

Supaya tak merasa bersalah aku sengaja pergi ke perpustakaan, mikirnya kalo enggak baca buku, ya, tidur-tiduran. Tak lama kemudian satu demi satu teman-teman sekelasku mengikutiku ke perpustakaan juga, sampai akhirnya menuruti rasa penasaran, aku menengok ke arah kelas. Firasatku Betul adanya. Tak ada satu pun murid tertinggal di sana karena semuanya keluar kelas, yang tersisa hanya pak Ali Minaryo seorang yang duduk tenang di mejanya.

Ya, begitulah kelakuan kelas tiga IPS. Semoga bapak dan ibu guru yang pernah menjadi sasaran kenakalan kami selalu mendapat Rahmat dan Ridho Allah, tetap sehat serta hidup bahagia dunia dan akhirat. Aamiin.

#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan Odop bersama Estrilook Community

#day31


You May Also Like

0 komentar