Hallo Blogger...
Dua hari yang lalu, seperti biasa aku pergi ke pasar untuk membeli kebutuhan sehari-hari.
Salah satu dari sekian hal, yang menyenangkan tinggal di Teweh , kita masih bisa ketemu beberapa jenis sayuran tempo dulu. Sayuran yang biasa di konsumsi saat masih kecil, yang saat ini keberadaannya sudah mulai langka. Walaupun tidak semua sayuran itu disukai, tetap saja aku suka melihatnya. Bagiku, ini bukan hanya soal rasanya, melainkan cerita dan kenangan dibaliknya yang berharga.
Baiklah. Di bawah ini ada beberapa jenis sayuran masa lalu, yang syukurnya masih bisa kutemui saat ini. Diantaranya:
1. Umbut Jua
Sebagian orang ada yang menyebut umbut jua ini sebagai umbut rotan. Tapi kalau di kampung kami, orang-orang biasa menyebutnya umbut jua. Umbut ini rasanya pahit banget, ya. Pahitnya sengak.Tapi entah kenapa banyak yang suka, terutama para tetua.
Cara mengolahnya sederhana saja, ada yang di sayur dengan bumbu-bumbu atau hanya di tumis biasa. Kalau dikeluarga kami, biasanya cuma di tumis pake bawang merah dan putih saja. Para orang tua nggak suka diberi banyak bumbu. Katanya, sih, takut menenggelamkan rasa asli dari si umbut. Apa itu alasan yang sebenarnya, entahlah! Hanya Allah dan mereka yang tahu.
Anehnya, menurut mamak dan nenek ada rasa manis dibalik kepahitan rasanya. Pernyataan yang sukses membuat aku tak habis pikir. Manis apanya. Lha wong, pahitnya begitu. Di mana letak manisnya?
Suatu ketika, untuk membuktikan omongannya mamak dan nenek, aku mencoba memasak si umbut sendiri. Sebelumnya, aku memang belum pernah memberi kesempatan si pahit ini masuk dalam daftar hidanganku. Alasannya, ya, karena nggak kuat sama rasa pahitnya. Aku sengaja menambah cabe yang banyak, maksudnya untuk mengurangi rasa pahitnya. Pas di icip. Ah! Dikira pahitnya berkurang. Ternyata, tetap aja sengak. Suamiku bahkan cuma menyantap secubit dua cubit, nggak mau nambah lagi. Menurutnya, aku kurang berhasil membuat si umbut layak di makan. Di tanganku taste-nya malah semakin ancur. Aduhai!
2. Sawi Pahit (Jabung)
Aku suka sawi. Tapi, dari semua variannya, sawi pahit ini yang ter-favorit. Kalau di kampungku, kami menyebutnya jabung.
Jabung ini rasanya pahit tapi tak sepahit umbut jua. Kurang lebih seperti pare aja. Jadi, pahitnya masih enak lah.
Dulu, waktu zaman aku masih kecil, kami tidak setiap saat bisa mengkonsumsi jabung ini. Ada semacam kebiasaan tak tertulis, jabung, bayam, bayam merah dan jagung adalah sayuran yang di tanam berbarengan dengan saat menugal saja. Entah mengapa hampir tak ada (kalau pun ada, hanya satu dua orang) orang kampung kami yang menanam sayur-sayuran ini diluar jadwal berladang padi. Makanya, sayur-sayuran ini identik dengan sayuran ladang.
Dan bagiku, jabung ini tak hanya sekedar hidangan pelengkap nasi, lebih dari pada itu, menyantapnya membuat aku tetap terhubung dengan kenangan indah masa lalu. Masa kanak-kanak, saat sering bermain di ladang atau hutan.
Untuk cara mengolah jabung ini gampang ya, tinggal di lalap mentah, di rebus atau di tumis. Dan jangan lupa banyakin cabe pas numisnya, di jamin rasanya enak banget.
Okeh. Untuk sementara, sayuran kampung dan cerita dibaliknya yang di ekspos, cuma dua macam aja, ya, sisanya insyaallah di lanjut lain kali...
Emak mau istirahat dulu
#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan one day one posting bersama Estrilook Community
1. Umbut Jua
Sebagian orang ada yang menyebut umbut jua ini sebagai umbut rotan. Tapi kalau di kampung kami, orang-orang biasa menyebutnya umbut jua. Umbut ini rasanya pahit banget, ya. Pahitnya sengak.Tapi entah kenapa banyak yang suka, terutama para tetua.
Cara mengolahnya sederhana saja, ada yang di sayur dengan bumbu-bumbu atau hanya di tumis biasa. Kalau dikeluarga kami, biasanya cuma di tumis pake bawang merah dan putih saja. Para orang tua nggak suka diberi banyak bumbu. Katanya, sih, takut menenggelamkan rasa asli dari si umbut. Apa itu alasan yang sebenarnya, entahlah! Hanya Allah dan mereka yang tahu.
Anehnya, menurut mamak dan nenek ada rasa manis dibalik kepahitan rasanya. Pernyataan yang sukses membuat aku tak habis pikir. Manis apanya. Lha wong, pahitnya begitu. Di mana letak manisnya?
Suatu ketika, untuk membuktikan omongannya mamak dan nenek, aku mencoba memasak si umbut sendiri. Sebelumnya, aku memang belum pernah memberi kesempatan si pahit ini masuk dalam daftar hidanganku. Alasannya, ya, karena nggak kuat sama rasa pahitnya. Aku sengaja menambah cabe yang banyak, maksudnya untuk mengurangi rasa pahitnya. Pas di icip. Ah! Dikira pahitnya berkurang. Ternyata, tetap aja sengak. Suamiku bahkan cuma menyantap secubit dua cubit, nggak mau nambah lagi. Menurutnya, aku kurang berhasil membuat si umbut layak di makan. Di tanganku taste-nya malah semakin ancur. Aduhai!
2. Sawi Pahit (Jabung)
Aku suka sawi. Tapi, dari semua variannya, sawi pahit ini yang ter-favorit. Kalau di kampungku, kami menyebutnya jabung.
Jabung ini rasanya pahit tapi tak sepahit umbut jua. Kurang lebih seperti pare aja. Jadi, pahitnya masih enak lah.
Dulu, waktu zaman aku masih kecil, kami tidak setiap saat bisa mengkonsumsi jabung ini. Ada semacam kebiasaan tak tertulis, jabung, bayam, bayam merah dan jagung adalah sayuran yang di tanam berbarengan dengan saat menugal saja. Entah mengapa hampir tak ada (kalau pun ada, hanya satu dua orang) orang kampung kami yang menanam sayur-sayuran ini diluar jadwal berladang padi. Makanya, sayur-sayuran ini identik dengan sayuran ladang.
Dan bagiku, jabung ini tak hanya sekedar hidangan pelengkap nasi, lebih dari pada itu, menyantapnya membuat aku tetap terhubung dengan kenangan indah masa lalu. Masa kanak-kanak, saat sering bermain di ladang atau hutan.
Untuk cara mengolah jabung ini gampang ya, tinggal di lalap mentah, di rebus atau di tumis. Dan jangan lupa banyakin cabe pas numisnya, di jamin rasanya enak banget.
Okeh. Untuk sementara, sayuran kampung dan cerita dibaliknya yang di ekspos, cuma dua macam aja, ya, sisanya insyaallah di lanjut lain kali...
Emak mau istirahat dulu
#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan one day one posting bersama Estrilook Community
0 komentar