Renungan Kematian
Ada saatnya kebanggaan sebesar gunung, yang kita miliki menjadi tak berguna. Manusia yang tak pernah puas, kecuali mulutnya sudah dipenuhi tanah. Baru mengerti apa yang dikejar mati-matian selama hidup, sebagian besar sia-sia saja. Yaitu, saat kematian sudah di depan mata.
Manusia, sehebat apapun dia. Tetaplah seorang hamba, makhluk, yang punya keterbatasan. Merasa besar hendak menyamai Tuhan, hanya dengan mengandalkan kesombongan semata. Padahal, untuk mengetahui jadwal kematian sendiri saja tak mampu.
Kematian. Kejadian paling menakutkan. Tak ada yang mampu memprediksi kapan datangnya. Sangat dihindari, namun pasti menghampiri. Selama sebutannya makhluk hidup, pasti mendapat giliran menjadi si mati.
Lalu apa? Masih terpesona dengan kehebatan diri? Merasa sombong?
Merasa hebat karena memiliki harta kekayaan. Lupa bahwa kekayaan bukan ukuran kemuliaan, tapi justru ujian.
Pun dengan ujian kedudukan. Meningkatnya kedudukan sering membuat seseorang merasa hebat. Akulah sang terpilih. Berada di posisi ini membuktikan kalau aku lebih unggul dari kalian semua. Maka dari itu, kalian harus berlaku hormat kepadaku. Lupa lagi, bahwa tak ada kejadian di muka bumi ini tanpa campur tangan Allah. Seolah-olah hidupnya dirinya saja yang mengendalikan. Menampik peran Allah sang Maha mengatur.
Tak berhenti di situ. Bertambahnya ilmu dan ketaatan bahkan tak mampu mencegahmu dari rasa berbangga diri. Perasaan hebat yang tak seharusnya.
Syukurlah, Allah maha penyayang. Tak pernah dibiarkannya manusia mendapat siksa, sebelum dikirimnya hidayah.
Seperti kejadian hari ini. Jatuhnya pesawat Lion Air JT-610. Mengingatkan kembali, bahwa hidup di dunia ini sementara saja. Suka nggak suka, siap ataupun tidak, sudah bertobat atau belum, jika saatnya tiba kita pasti akan mati. Menghadap Allah tanpa membawa apapun, kecuali amal perbuatan semasa hidup.
Sudahkah kita bersiap?
Photo Credit : www.pexels.com
#Postingan ini diikutsertakan pada tantangan one day one posting bersama Estrilook Community
0 komentar