facebook instagram twitter youtube rss linkedin
  • Home
  • Inspirasi
  • Life Style
    • Parenting
    • Food
    • Travel
  • Writing
  • About Me
  • Contact
Powered by Blogger.

Golde Kindangen's Blog


Tsundere. Tadinya aku tak tahu arti istilah ini. Maklum saja sebagai generasi yang lahir dan besar pada masa Orde Baru aku bukan penggemar anime.

Tsundere adalah, salah satu bentuk proses pengembangan karakter jepang yang menggambarkan perubahan sikap seseorang yang awalnya dingin dan bahkan kasar terhadap orang lain/seseorang sebelum akhirnya menunjukkan sisi hangat kepadanya. Karakter tsundere ini sering membuat orang salah paham. Tak heran objeknya tsundere ini sering merasa bahwa dirinya dibenci.

Sumber foto : pexels.com
Aku baru tahu istilah tsundere ini setelah nonton drama korea berjudul Reply 1988. Dan tsundere ini di sematkan pada tokoh Kim Jung Hwan yang sering berkata-kata kasar dan bertingkah laku menyebalkan namun lama kelamaan menunjukan sisi dirinya yang hangat dan penuh perhatian kepada Sung Doek Sun. Walau pun di akhir cerita sang writer-nim tak menjadikan Kim Jung Hwan dan Sung Doek Sun sebagai pasangan. Sehingga membuat banyak penonton merasa kecewa dengan ending drama ini. Termasuk aku.

Karakter Kim Jung Hwan dengan style tsunderenya ini telah mencuri banyak perhatian. Bahkan, drama ini mengalami sindrom second lead cast yang parah, dimana tokoh Kim Jung Hwan sebagai second lead yang di perankan dengan sangat apik oleh aktor berbakat Ryoo Jun Yeol lebih dicintai dari pada karakter Choi Taek (Park Bo Gum) sang lead cast yang akhirnya terpilih sebagai suaminya Sung Doek Sun.

Ikut merasakan kepiluan cintanya Jung Hwan yang tak kesampaian tak pelak membuatku teringat kisah cintaku dimasa lalu.

Walaupun bukan pelaku tsundere seperti tokoh Kim Jung Hwan. Cara Kim Jung Hwan yang mencintai Sung Doek Sun dalam diam, persis sama seperti yang kulakukan pada cinta monyetku dulu.

Cinta monyetku bermula tatkala aku masih duduk di bangku SMP. Seingatku, aku sudah merasa tertarik sama cinta monyetku ini sejak hari pertama menduduki bangku SMP. Waktu itu kami berada satu ruangan untuk penataran siswa baru. Di barisan siswa putra ada satu cowok menarik pandangan. Dengan perawakan sedang, wajah tirus dengan warna kulit yang hitam manis (di kemudian hari terlihat legam) hidung kecil nan bangir serta rambut hitam berombak menuju keriting.

Menarik! Ujar batinku seketika.
Beruntungnya bak cinta ulampun tiba pada saat pembagian kelas. Kami menempati kelas yang sama. Kelas 1b.
Berada sekelas dengan si hitam manis maka di mulailah perjalanan cinta diam-diam.

Sejujurnya saat itu aku belum begitu paham soal cinta-cintaan. Apakah perasaan tertarik yang kurasa termasuk cinta atau cuma sekedar suka. Tak ada waktu untuk memperdebatkannya.
#Setip day 37
Bersambung
Monday, May 06, 2019 2 komentar

Bubungan rumah Dato tiba-tiba dipasang selembar papan. Alasannya jelas sekali. Untuk menyelamatkan hartanya wabil khusus uang yang akhir-akhir ini sering hilang dari si pencuri cilik yang berambut hitam pirang kusut masai yang tak lain adalah cucunya sendiri.

Sumber Foto: pexels.com

Tindakan pemasangan papan itu sendiri harus segera dilakukan mengingat frekuensi kecurian uang yang makin sering terjadi.

Di lain sisi, meskipun Dato tahu kalau pelaku pencurian adalah aku. Tetap saja tak mudah membuktikannya secara langsung. Boleh dibilang pencurinya licin seperti belut. Dalam melaksanakan aksinya dia tangkas dan cepat.

Tanpa sempat menyadari apa yang terjadi uang para korbannya tiba-tiba telah raib saja. Hendak menjatuhkan hukuman kepadaku, tindakan itupun bukan perkara mudah. Tak ada jejak yang tertinggal yang menjadi petunjuk jika aku yang melakukan perbuatan itu.

Diliputi perasaan kesal namun tak berdaya. Para korban yang biasanya keluarga-keluarga terdekat seperti, nenek, dato, paman, acil dan kedua orangtuaku hanya bisa menggerutu frustrasi.

Menatap bubungan yang telah ditutupi selembar papan itu aku merasa tersinggung. Menutup jalan masuk favoritku itu sama saja artinya dato sudah mengibarkan bendera perang.

Iya. Biasanya, caraku untuk memasuki rumah dato yang sedang terkunci rapat salah satunya ya memanjat hingga bubungan. Tindakan ini memang terlihat memayahkan mengingat aku harus mencari pijakan kaki di sela-sela papan jendela yang diameternya cuma sepersekian senti dan mengandalkan kekuatan tangan untuk berpegangan di ventilasi sebagai penopang berat tubuhku. Ibarat, pemanjat tebing setiap gerakan yang dilakukan harus dihitung secara cermat. Mengingat salah perhitungan akan berakibat fatal yaitu jatuh terkapar diteras rumah.

Mencapai bubungan memang tak mudah. Tak heran keberhasilan melintasinya menghasilkan perasaan puas luar biasa. Makanya, menaikinya merupakan salah satu kegiatan favoritku dan mengobok-obok rumah dato hingga menemukan sesuatu yang dicari adalah kesenangan tambahannya.

Dan sekarang bubungan itu telah ditambali papan. Menutup jalur kesenanganku ketika menaikinya.
Aku ini memang sering mencuri tapi aku bukan penjahat. Lagian yang kuambil Cuma beberapa wadah uang receh tabungan nenek dan beberapa lembar uang ribuan dato saja. Bahkan, sebenarnya boleh dibilang aku bukan pencuri sama sekali, toh uang yang ku ambil uangnya nenek dan datoku sendiri. Aku ini lho, cucu kandungnya mereka. Nyuri apanya!

Bukannya jera apalagi tobat. Tertutupnya bubungan itu malah membuatku semakin bersemangat menemukan jalan lain untuk masuk kedalam rumah dato.

Aku berjalan mengintari rumah dan berhenti di bawah jendela yang letaknya diantara dapur dan rumah utama. Untuk memastikan sesuatu, aku merendahkan badanku hingga sejajar dengan tanah untuk kemudian merayap. Dan A-ha! Aku menemukan apa yang ku cari.

Syukurnya dugaanku tak meleset. Lubang itu masih disana. Karena sibuk dengan pekerjaannya Dato lupa untuk menambal lubang yang posisinya tepat di bawah tempat tidurnya. Menurutnya jauh lebih mendesak untuk menutup jalan masuk yang di bubungan dari pada yang di bawah kolong itu.

Dugaan itu tak sepenuhnya keliru. Mengingat populasi pencuri di kampung kami tak banyak. Pun, yang sudah sedikit jumlahnya itupun pikir-pikir hendak menjarah rumah dato. Rumah sederhana yang tak memiliki banyak harta berharga. Jangankan berpikiran hendak menggasaknya isinya, berpikiran mau masuk rumahnya saja sudah termasuk buang-buang energy.
Sayang tenaga!

Bersambung

#Setip day 36



Monday, May 06, 2019 1 komentar
Aku menatap selimut di pangkuanku dengan perasaan bahagia. Disuruh nginap di rumah Dato Tangkon artinya aku bisa bercengkerama semalam suntuk bersama Emil, Edi, pat dan Momoi. Bukankah itu sangat menyenangkan!

Sumber Foto: pexels.com

Ada apa dengan bapak? Tak biasanya beliau mengizinkan aku menginap dirumah orang lain. Walaupun itu rumah sanak familiku sendiri. Ah! Meskipun sedikit tak biasa diam-diam aku berterima kasih atas kemurahan hati bapak yang tak sering terjadi ini. Entah ilham apa yang sudah diterimanya, sehingga membebaskanku bergaul dengan para sepupu malam ini.

Terserahlah! Tak mau aku berlama-lama mempertanyakan motif bapak yang mengirim selimut untukku. Yang penting sekarang aku bebas melakukan apa saja yang menyenangkan. Ngelayungnya lanjut lagi. Sampai subuh!

Menjelang pertigaan malam. Pat, memutuskan untuk pulang kerumahnya dan tak lupa dia mengajakku juga. Rumah kami memang searah, kalau pat tinggalnya di blok E, sedangkan aku di blok F. ajakan itu tentu saja dilematis.

Di satu sisi, jika Pat pulang kerumah maka acara kumpul-kumpul kami jadi tak seru lagi. Pat itu, ketua perkumpulan kami. Memang tak ada aturan tertulis yang mengatakan demikian.

Tapi, semua orang sepakat jika dia memang Bos geng kami. Perawakan kecil dengan tinggi badan tak sampai 150CM, bahkan aku berani menjamin dia adalah orang dengan badan terpendek diantara kami sepersepupuan. Sekilas tak cocok sekali orang sekecil itu menjadi ketua geng. Namun, ketika dia sudah menitahkan sebuah perintah. Barulah semua orang percaya dia memang punya aura itu.
Aura seorang pemimpin.

Hampir bisa dipastikan tak ada yang bisa menolak kehendaknya Pat. Berani membangkang keinginannya, ancamannya tak main-main. Tak bakal di kawani. Tak mampu kami menerima hukuman ini. Bahkan jadi kacungnya Pat pun rela asal tetap disebut teman oleh dia.


Mengingat tinggi badan Pat memang tak sampai 150 Cm, tapi dengan rambut panjang lebat dan hitam, kulit kuning langsat bersih, wajah oval mungil dengan deretan gigi yang rapi. Pat adalah representasi kecantikan yang di idam-idamkan anak perempuan desa.

Tak heran. Kembang desa, adalah ungkapan yang disematkan kepadanya oleh para bujang laki-laki.
Dan siapa yang tak mau berteman dengan bunga desa? Semua pasti mau berteman dengannya.

Walaupun, pertemanan itu sendiri terjalin dengan banyak motif. Berteman dengan bunga desa, bisa memberikan banyak keuntungan. macam berkawan dengan selebritis. Kita pun akan ikut-ikutan populer dan syukur-syukur kecipratan disebut orang cantik juga. Sungguh citra yang membanggakan.

Dengan berat hati aku akhirnya membuntuti Pat pulang kerumah. kami tak sendiri. Segerombol orang laki-laki perempuan, tua muda juga pulang bersama kami. Mereka yang sudah tak kuat menahan kantuk, akhirnya memutuskan pulang kerumah masing-masing  meninggalkan rumah acara yang akan berlangsung hingga subuh.
Hanya, aku dan Pat yang pulang kerumah. sedangkan Emil dan Edi masih bertahan di rumahnya si momoi.

Mendekati rumah. Perasaanku makin tak karuan. Aku tak berniat pulang!
Sekonyong-konyong pat berujar.

"Nginap dirumahku sajalah kamu malam ini, besok pagi baru pulang ke rumah,"  bujuknya.

Ajakan ini makin aneh lagi. Mengingat rumah Pat masih jauh di Blok E sana, sedangkan rumahku sudah di depan mata.
Hanya saja, aku lagi enggan pulang kerumah. bukankah bapak sudah mengirim selimut untukku? Dan menganjurkan aku untuk nginap saja di rumah Dato tangkon. Kalaupun aku menginap di rumahnya Pat tak ada bedanya juga kan? Toh. Sama-sama tak pulang kerumah juga.

Dengan cepat aku memutuskan.

"Baik. Aku ikut kerumahmu.”  Aku berkata sambil berjalan cepat melewati rumahku yang hanya beberapa langkah saja dari pinggir jalan utama yang kami lewati.

Akhirnya. Untuk malam ini aku bermalam di rumahnya Pat. Lega sekali hatiku karena tak jadi pulang kerumah. Mirip anak murid yang lolos hukuman karena tak dapat menjawab soal matematika dikelasnya pak Harjana. Guru kelas kami yang paling horror.

Keesokan harinya, pagi-pagi sekali aku pulang kerumah. Saat bersiap ke sekolah. Mamak menanyaiku. “ Malam tadi Meyer tidur dimana?”
Aku menjawab pendek.

“ Di rumahnya Pat”.
“ Lho! Kok tidak pulang? Malah melewati rumah”. Selidik mamak.
“ Malam tadi bapak membawakan selimut buatku. Ku kira artinya aku tak boleh pulang”. Ujarku tenang penuh kemenangan.

“Boboh! Bapakmu memang @#$$%%^&^Y&&***9^8. &**))((&^$%^%&^44$%%^^” @$$^%)“

kudengar rentetan omelan mamak yang melampiaskan kekesalan hatinya kepada bapak. Omelan yang sangat panjang . jika di ukur pakai penggaris. Dalam beberapa menit omelan mamak sudah bermeter-meter.

Menghela nafas berat. Aku berdo’a dalam hati. Semoga bapak dianugerahi kesabaran yang tinggi pagi ini supaya tak harus meladeni mamak. Bisa gawat urusannya kalau disahuti. Tak lama lagi omelannya makin menjadi-jadi sehingga panjangnya bukan bermeter-meter lagi. Tapi jadi berkilo-kilo meter.

Untungnya. Bapak hanya duduk diam membisu. Tak ada tanda-tanda hendak merespon sang istri. Sepertinya beliau paham benar. Meladeni perempuan yang lagi emosi itu sama berbahayanya dengan menghadapi perempuan merajuk yang bila ditanya apa maunya. Jawabnya Cuma sekata. Terserah!

Tercenung dalam diam. Dia hanya berpikir. Betapa luar biasa putrinya itu.
Tak sedikitpun dia menyangka, kebaikan hatinya dibalas pengkhianatan. Tak paham dia dengan kenyataan kalau si sulung sudah pandai sekali mengkadali orangtuanya sendiri. Seketika kepalanya nyut-nyutan. Sepertinya migrainnya kumat lagi.

Bah!

Setip day 35


Monday, May 06, 2019 1 komentar
Menurut orangtuaku aku ini keras kepala. Tapi, menurutku aku sama sekali bukan orang keras kepala. Aku memang bukan anak penurut yang terlalu patuh sama orang tua. Sehingga kedua orangtuaku seringkali menyebutku anak kepala batu. Tentu saja  sebutan itu berlebihan. Sekali dua tak nurut sama orang tua itu hal yang biasa bagi kebanyakan anak-anak, tapi, bukan berarti mereka keras kepala. Bisa jadi, cara bertutur atau mengutarakan pikiran orangtua saja yang tak nyambung dengan isi si anak.

Sumber Foto. Pexels.com

Anak sekecil aku yang sebagian besar isi kepalanya hanya tentang bermain-main. Belum paham konsekuensi  dari sikap tidak bertanggung jawab. Segala perintah dan larangan orangtua sering kali terasa sebagai kekangan yang tak menyenangkan.
Bukankah alasanku itu terdengar tak asing di telinga anak-anak, terutama mereka yang seusia denganku.  Dan sama sekali tak ada muatan keras kepalanya disana, bukan?

Karena tindakan itu dianggap wajar saja. Ah! Namanya juga anak-anak.
Sebutan kepala batu itu, bagaimana jika ucapan mereka tentangku . Kululuskan saja.

Hmmm…sepertinya tak buruk juga.
Itu toh beda dengan sebutan anak pembohong atau pencuri.
***
Di rumah Dato tangkon sedang dilaksanakan ritual benyaru.
Zaman dulu, pengobatan medis tak se semarak sekarang. Selain keberadaan dokter atau pun mantri kesehatan yang sulit ditemukan. Jarak yang harus ditempuh untuk mendapatkan pengobatanpun jauh. Dan sering kali medan yang harus di hadapi  pun tak ramah.

Kondisi jalan tanah yang belum di aspal seringkali menjadi tantangan tersendiri bagi taksi angkutan desa atau pun ojek untuk mengangkut penumpang, terutama pas musim hujan tiba.
Jadi, untuk pengobatan segala macam penyakit. Suku Paser melakukan ritual benyaru . Benyaru itu semacam ritual bayar nazar dari yang empu hajat sebagai ungkapan syukur kepada roh-roh yang telah menyembuhkan penyakit anggota keluarganya.

Biasanya, benyaru ini di gelar semalam suntuk, yang di pimpin seorang pendeta yang disebut  mulung sebagai pembaca mantera atau jampi-jampi penyambung lidah si empu hajat dan para roh yang telah menganugerahi kesembuhan.
Diiringi tabuhan gendang yang di pukul menggunakan rotan dengan irama 7 ketukan. Tok. Kotok. Kotok. Kotok. Kotok. Kotok. Tok. Membuat suasana bukan hanya riuh tapi juga berisik.

Kesempatan ini biasanya kujadi kan ajang ngumpul-ngumpul dengan para sepupu. Dusun kami  yang sederhana ini lebih banyak di huni oleh masyarakat petani miskin yang menggantungkan hidupnya dengan bercocok tanam. Jarang sekali ada hiburan. Hanya sekali dua film layar tancap di putar di halaman balai desa atau di halaman SD 018. Itupun berkat kemurahan hati dinas penerangan yang sedang mengadakan penyuluhan Keluarga Berencana.

Dikampung kami hampir setiap rumah tangganya mempunyai banyak anak. Tak heran, topic penyuluhan dari dinas penerangan  temanya selalu tentang betapa pentingnya mengatur jarak kelahiran. Seandainya pemerintah pusat mengerti, bahwa yang paling dibutuhkan masyarakat sini adalah hiburan. Karena sepertinya, ada kaitan erat antara minimnya hiburan dengan tingginya tingkat kelahiran .
Makanya, setiap ada ritual benyaru, momen itu dihitung sebagai hiburan. Berkumpul dan bersenda gurau semalam suntuk bersama para sepupu.

Sejak sore aku sudah pamit sama mamak dan bapak mau ke blok H ke tempatnya Dato tangkon dimana ritual benyaru sedang diadakan. Mudah saja bagiku mendapatkan izin dari mereka. Dengan pertimbangan letak rumah dato Tangkon yang tak terlalu jauh, beliaupun masih terhitung family dekat kami dan ditambah pula yang menjadi mulung benyarunya adalah datoku sendiri.

Saat yang menyenangkan. Berkumpul bersama para sepupu itu membuat ketagihan, makanya jadi sering lupa waktu. Ada-ada saja yang menjadi topic candaan kami. Mengungkit kejadian konyol di masa yang telah lewat, membahas keunggulan dan kekurangan cowok yang sedang digilai para cewek.

Atau hanya sekedar ngelayung.
Ngelayung salah satu kebiasan masyarakat paser. yaitu melemparkan cerita khayalan yang boleh ditimpali siapa saja tentu dengan rangkaian cerita yang fiktif pula. Biasanya, ngelayung ini dibuat untuk tujuan menggoda demi hiburan semata. Dan sering terdengar ketika acara kumpul-kumpul sedang berlangsung. Gotong royong menugal, panen padi, selamatan pengantenan, naik ayunan, benyaru, belian dan kegiatan apa saja yang melibatkan orang banyak.

Ngelayung ini butuh imajinasi tinggi. Di tangan mereka yang lihai bersilat lidah. Ngelayung bisa terdengar seperti cerita nyata. Dan sering kali orang yang dijadikan objek ngelayung ini hanya bisa tertawa garing. Hendak membalas harus dipastikan dulu kita punya stok cerita segudang. Salah-salah justru malah jadi bulan-bulanan para ngelayungers kawakan.

Hari kian larut. Upacara benyaru sudah dimulai sejak tadi. Aku, Emil, Edi, Pat dan Momoi masih saja sibuk bersenda gurau. Tak terlihat tanda-tanda hendak mengakhiri pertemuan itu. Walaupun besok hari harus bangun pagi-pagi untuk bersekolah tetap saja tak ada yang inisiatif membubarkan diri. Seolah-olah tak ambil pusing dengan hari esok. Besok hari itu menghadapinya besok sajalah. Tak perlu memusingkannya sejak sekarang.
Merasakan kehadiran seseorang aku menoleh ke pintu.

Disana terlihat wajah bapak menyeruak ditengah kerumunan orang di pintu masuk. Sambil memberi isyarat berupa anggukan kecil kepadaku, secara tiba-tiba melemparkan sesuatu. Reflex tanpa sempat berpikir aku menangkap benda yang dilemparkan oleh bapak. Ternyata itu selimut. Menatap bingung kearah bapak, meminta penjelasan maksud dari pemberian selimut ini.

“Malam ini tak usah pulang kerumah ya, nginap disini saja “ ujar bapak menjawab kebingunganku

Tak sempat aku menjawab. Aku melihat bayangan bapak bergegas menyusuri gelapnya malam. Kembali pulang kerumah.

Bersambung

#setip day 34

Monday, May 06, 2019 No komentar
Aku enggak tahu harus berpandangan seperti apa, pas suatu waktu menghadapi seorang teman yang selalu mengeluhkan tentang "ketidak hebatan" suaminya karena menjadi pengangguran. Sekali dua aku hanya mendengarkan saja, namun selanjutnya aku tak sanggup lagi untuk menahan lidahku dengan memberikan komentar seperti ini.

Sumber Foto. Pexels.com

"Yang menyuruh mengawini suamimu itu siapa? dipaksa atau pilihan sendiri?"

Bukan tanpa alasan mengapa aku jadi berkomentar seperti ini, aku merasa kesal dengan ulah si teman yang selalu merendahkan suaminya hanya karena si suami belum mendapatkan pekerjaan alias pengangguran.

Padahal aku yakin si teman menikah dengan si suami atas pilihan sadar alias menikahnya bukan karena di jodohkan, jika pernikahan itu atas kemauan sadar sudah barang tentu si teman telah mengetahui kelemahan si pasangan jauh-jauh hari, makanya akhirnya memutuskan untuk tetap menikahinya.

sebagai istri harusnya menanamkan pemahaman di kepala, bahwa laki-laki itu adalah pemimpin, kepala rumah tangga didalam rumahnya, dan selayaknya seorang pemimpin, suami berhak mendapat rasa hormat dan ditinggikan dari orang yang di pimpinnya. Bukan malah direndahkan dan dihinakan di wilayah kekuasaannya sendiri. ikut merasakan bagaimana terhinanya perasaan sang suami yang tak mendapat perlakuan yang semestinya itu, pasti menyakitkan.

Aku merasa yakin dan percaya kepengangguran si suaminya itu bukan karena di sengaja, tapi kebetulan saja zamannya memang lagi susah mendapatkan pekerjaan, plus faktor keapesan yang diakibatkan oleh banyak hal membuat si suami belum kunjung mendapat pekerjaan.

Pada dasarnya tak ada satupun laki-laki terutama yang telah mempunyai istri yang berniat untuk menjadi pengangguran, semua suami pasti ingin membahagiaan sang istri, memberi yang terbaik serta menjadi kebangaan. Tapi yang namanya keinginan kita belum tentu selalu sejalan dengan kenyataan.

Ada banyak faktor, di antaranya telah di sebutkan di atas tadi. Zaman yang serba sulit membuat keinginan mendapatkan pekerjaan yang diidamkan menjadi kian berat., dan sudah barang tentu beban itu terasa kian berat ketika sang istri yang di harapkan menjadi orang yang paling mengerti akan keadaan suami, justru malah membuat tertekan dengan tindakannya yang selalu memaksa suami agar segera mendapatkan pekerjaan hingga berkata yang menyakitkan mengenai kepengangguran suami.

Padahal agama telah banyak mengajarkan kepada kita, bagi seorang perempuan untuk masuk surga itu tak susah, hanya 3 hal yang perlu dilakukan, yaitu sholat 5 waktu, puasa di bulan ramadhan dan taat kepada suami. Dan menurutku bersabar dengan kedaan suami yang belum mendapatkan pekerjaan itu dapat di kategorikan sebagai taat kepada suami.

Yang namanya rumah tangga itu tak selalu mulus dan sesuai harapan, tapi pernahkah terlintas di kepala kita, bahwa situasi tidak menguntungkan yang dialami oleh suami merupakan salah satu ujian cinta yang harus kita tangani dengan bijaksana, alih-alih menyiksa suami dengan tindakan yang menyudutkannya, mengapa kesempatan itu tak kita gunakan semaksimal mungkin untuk mempererat ikatan cinta diantara kita dan suami dengan selalu memberi dorongan padanya, mengingatkan suami untuk terus berusaha dan sabar.

Menggenggam tangannya ketika dia lemah, memberi pelukan hangat ketika dia resah, meyakinkannya bahwa dia mampu menjadi laki-laki yang berhasil seperti yang dia inginkan.

Bukankan lebih nikmat rasanya jika keberhasilan suami yang capai dengan susah payah itu dengan di belakanganya si istri yang tak pernah lelah untuk selalu mendukung. Suami tentu tak akan lupa dengan jerih payah istri yang sudah sedemikian sabarnya selalu mendampingi suami dalam suka dan duka itu. Membuat kita merasakan betapa bersyukurnya kita karena telah di anugerahi satu sama lainnya.

Memang, akan mudah membanggakan suami yang terlihat berhasil baik secara materi atau kekuasaan, ketimbang yang biasa-biasa saja. Tapi biarlah, meski rumput tetangga lebih hijau dari pada rumput sendiri, dengan mensyukuri hidup yang ada beserta jodoh baik yang kita terima. akan lebih menyadari ternyata kebahagiaan tak bisa selalu diukur melalui banyaknya materi, karena tak berpunya bukan berarti tak bahagia atau miskin rasa, selama kita masih saling memiliki dengan cinta terhadap satu sama lain yang tak luntur, bukankah itu lebih dari cukup?


Aku sendiri pernah mengalami beratnya hidup ketika memulai berumah tangga, dengan penghasilan suami yang kecil dan tak menentu itu. Syukurnya hidup tak terasa berat sama sekali, prinsipnya selama hidup dengan suami, yakin semuanya akan baik-baik saja. Menyadari dan mempercayai bahwa suami mampu membawa keluarga ke kehidupan yang baik, pemahaman ini yang menghantar kita pada kondisi ingin selalu mengerti keadaan suami dan tetap bersabar.

Begitu pun ketika suami mengalami keberhasilan dalam hidupnya, supaya tak menjadi istri yang mabuk kepayang, caranya dengan menetapkan dalam pikiran bahwa keberhasilan suami karena usaha suami itu sendiri. Sama sekali bukan karena aku, di kehidupannya yang lebih baik ini posisiku hanya penumpang yang ikut mencicipi jerih payahnya. Aku tak terlalu berhak untuk menyatakan apa yang di peroleh suamiku sebagai sepenuhnya juga milikku, yang cape’ kerja kan suamiku.


Harapannya jangan sampai rumah tangga yang di bangun dengan cinta ini rusak hanya karena materi yang tak kekal itu, materi hanya pendukung kelangsungan hidup, dan bukan materi yang seharusnya mengendalikan kebahagiaan rumah tangga kita, kaya atau miskin yang paling penting adalah rasa saling memiliki terhadap satu sama lain yang lebih diutamakan. Demikian kira-kira. Wallahu'alam

#setip d


Monday, May 06, 2019 No komentar
Di tengah ke asyikan kami bercerita datanglah seseorang yang bernama Nanang. Seingatku ia anak Fakultas Ushuluddin. Setelah basa basi menanyakan kabar kami, ia kemudian bercerita mengenai sebuah bisnis yang sangat menjanjikan dengan modal yang minim.

Bisnis apakah gerangan? 

Sayangnya, meskipun dikorek-korek dan di uber-uber dengan pertanyaan yang antusias bin full semangat. Si Nanang tak mau memberi bocoran tentang bisnis fenomenal tersebut. Ia hanya mengatakan bahwa ikut bisnis ini tak rugi dan dijamin tak menyesal. Lengkap dengan gayanya yang meyakinkan seperti sales alat-alat rumah tangga. Bah, bikin penasaran saja!

Sumber Foto. Pexels.com

Tetapi meskipun sekuat tenaga kami bertiga memohon-mohon kepada si Nanang mengenai bisnis apakah gerangan. Misteri bisnis yang menggiurkan itu tetap tak terpecahkan. Satu-satunya petunjuk yang ia berikan. Jika kami memang berniat untuk ikut dalam bisnisnya itu silakan datang ke jalan MAHAT KASAN KM 4,5 Banjarmasin.

Keesokan harinya berbekal alamat yang telah diberikan Nanang, serta berbekal ijazah SMA dan surat lamaran kerja ditambah semangat yang menggebu-gebu, berangkatlah kami bertiga aku, Jack dan Engkoh ke jalan Mahat Kasan. Tujuannya cuma satu, hendak menjemput impian akan indahnya hari depan dengan ikut bisnis titik-titik.

Sepanjang jalan kami brrtiga menghayal sambil ketawa ketiwi membayangkan seperti apakah bisnis rahasia yang kami datangi ini. Apakah memang bener-benar mudah, legal, dan yang terutama menghasilkan banyak duit, sehingga kami dapat menyaingi para juragan-juragan Voucer itu. Atau justru sebaliknya. Sulit dan memusingkan?

"Tunggulah kami jutawan-jutawan baru yang akan menandingi kalian, wahai Juragan Voucher."

Setibanya kami ditempat tujuan. Kami mendapati banyaknya kendaraan yang di parkir secara sembarangan, serta hiruk pikuk orang yang keluar masuk rumah. Kenyataan yang melegakan, karena ini menandakan jika bisnis yang di maksud bener-bener ada dan tidak fiktif. Lumayan lega. Takutnya, bagaimana jika bisnisnya ternyata jualan Manusia.

Setelah saling dorong tentang siapa yang masuk ke dalam rumah itu. Di putuskanlah aku yang masuk duluan. Pertimbangannya, karena aku cewek yang gesit dan ceplas ceplos, sehingga sangat sempurna jika di jadikan sebagai kelinci percobaan. 

Dengan rasa percaya diri tinggi yang dibuat-buat. Aku pun masuk kedalam rumah tersebut. Di sana terlihat orang yang berlalu lalang dengan sibuknya, beserta sejumlah peralatan rumah tangga yang di letakkan disembarang tempat. Tidak berapa lama seorang bapak-bapak berpostur subur menyambutku dan mempersilahkan aku duduk di kursi yang berada di ruang tamu.

 "Ada perlu apa, ya , mbak?" Tanya bapak tersebut.

Dengan semangat 45 kujelaskan mengenai tujuanku datang ketempat tersebut bermaksud untuk mencari pekerjaan sambil mengeluarkan foto copy ijazah dan surat lamaran kerja.

"Sebelumnya punya pengalaman kerja? " tanya beliau lagi, yang kujawab saja dengan sebenar-benarnya, bahwa aku belum pernah bekerja di manapun sebelumnya, alias no experience before.

Selanjutnya beliau memberi pandangan mengenai bisnis yang hendak kulamar ini yang ternyata bergerak dibidang pemasaran. Mendengar kata-kata pemasaran telingaku menjadi tegang, jantungku berdebar-debar. Jangan-jangan?

Sebelum aku membuat kesimpulan sendiri mengenai bisnis apa tepatnya. Si bapak masuk ke dalam ruangan sebentar kemudian keluar lagi sambil membawa panci. What! sebentar! Apa hubungannnya bisnis jutawanku ini dengan panci? Jangan bilang aku melamar pekerjaan untuk menjadi sales panci.

Betapa lucunya bisnis rahasia ini, ternyata menjadi penjual panci toh. Oalah, ngomong  kek dari kemaren, bikin penasaran aja. Tahu beginikan bisa bersiap-siap. Batinku gemes terhadap si Nanang.

Tanpa menghiraukan roman mukaku yang shock. Si Bapak kembali duduk di kursi sambil meletakkan panci tersebut diatas meja. Selanjutnya aku tak terlalu memperhatikan lagi apa yang si bapak lakukan. Aku bingung dan linglung.

Jadi bisnis jualan panci. Ya, ampun. Jika beginj ceritanya, bagaimana bisa mengalahkan para juragan Voucer itu? batinku dengan perasaan yang remuk redam. Pupuslah sudah niatku hendak menjadi jutawan. 

Aku sedih dan kecewa. Aku tidak meremehkan pekerjaan yang kulamar ini. Sama sekali tidak. Tetapi, lebih tepatnya karena aku tak biasa jualan. Makanya, pekerjaan yang paling ku hindari adalah menjadi sales. Apalagi mengingat track recordku yang buruk mengenai perkara jual menjual ini.

Sejak SD aku sudah sering jualan. Yang membuat aku memutuskan kalau tak bakat berdagang. Karena sejak SD pula setiap jualan aku selalu tekor alias merugi. kejadian yang berulangkali terjadi, aku bukannya dapat untung, yang terjadi aku malah buntung karena berhutang. Duh!

Kembali ke masa kini. Di hadapanku si Bapak memperagakan bagaimana cara menjadi penjual panci yang baik dan benar. Pertama-tama keluarkan panci dari kotak pembungkusnya, kemudian kita harus menjelaskan keistimewaan setiap elemen dari panci tersebut, trus kegunaannya yang berganda and bla ... Bla ...

Aku hanya menatap si bapak sambil melongo, otakku tak mau di ajak kompromi untuk berkonsentrasi memperhatikan penjelasan beliau. Yang kupikirkan hanya bagaimana kehidupanku jika diterima menjadi karyawan penjual panci ini?

Tanpa ba bi bu, si bapak menyodorkan tumpukan panci yang ada di meja ke hadapanku. Maksudnya, aku di test cara memperagakan bagaimana menjadi penjual panci yang baik dan benar. Di mulai dari pembukaan, penjelasan inti hingga rayuan untuk meyakinkan si pelanggan.

Oh, Mamak. Aku ketawa ngakak berkali-kali di dalam hati. Meskipun, kuturuti saja anjuran si bapak itu. Oh, Tuhan. tolong hambamu ini, jangan beri hambamu cobaan melebihi kemampuan hamba untuk menanggungnya!

Selesai memperagakan bagaimana cara menjual panci, si bapak mengatakan kepada ku akan memberi kabar jika aku diterima menjadi karyawan di tempat itu, yang ku iyakan sambil cengar-cengir dengan tampang malu-malu seperti habis dilamar.

Akhirnya, aku keluar ruangan dengan perasaan yang campur aduk, antara bingung, shock dan terkagum-kagum. Tiba di luar aku di sambut oleh Jack dan Engkoh yang menantiku dengan harap-harap cemas. setelah memberi kesempatan kepadaku untuk mencerna kejadian yang barusan menimpaku. Ku jelaskan dengan panjang lebar mengenai apa yang kulakukan di dalam barusan. Bahwa aku dan kami  semua, hendak melamar jadi penjual panci, yang di tanggapi oleh Jack dan Engkoh dengan tertawa terpingkal-pingkal.

Berminggu-minggu setelahnya tak ada panggilan dari perusaan panci yang telah kami datangi tempo hari, yang menandakan kalau aku ditolak menjadi penjual panci. Keputusan yang kuterima dengan perasaan lega. Bukannya gengsi, aku hanya tak sanggup membayangkan diriku di bawa kesana-kemari naik mobil pick up terbuka untuk menjajakan panci. Rasanya terlalu berat buat ditanggung.

Hari demi hari berlalu sejak kejadian yang mengharu biru itu. Aku, Jack maupun Engkoh telah melupakan kejadian itu. Suatu siang yang cerah di KOPMA, aku bertemu seorang teman yang bernama Acid, dia menyapaku begini

"Gold, gimana kabar bisnis pancinya..?"

Hah, kok, tahu ya. Padahal aku enggak bercerita ke banyak orang mengenai kejadian tersebut, selain, mangkel hati karena gagal menjadi jutawan. Aku beranggapan bahwa kisah itu tak menarik untuk di ceritakan, dan kalaupun dikisahkan juga, hanya akan menyiksa diri, karena aku bakal dijadikan bulan-bulanan teman-temanku yang senang melihatku sengsara. Aku hanya menjawab dengan senyum dikulum. Menandakan kalau aku ogah disangkut pautkan dengan bisnis perpancian di muka bumi ini. Jadi, jangan tanya-tanya lagi ya. Pliss.

Tak lama berselang setelah kejadia panci itu. Rupanya, terjadi gonjang-ganjing  pada bisnis Voucer. Bisnisnya bangkrut, sedang beberapa Top Leadernya yang berasal dari kalangan Mahasiswa kampus hijau dijebloskan ke penjara oleh orang-orang yang merasa dirugikan. Bisnis yang banyak memakan korban, bahkan menurut berita ada beberapa dosen yang mengalami kerugian hingga miliyaran rupiah. Nominal yang tak tertanggunggkan.

Di sini aku tiba-tiba tersadar betapa beruntungnya aku tak terlibat bisnis itu, mengingat rasa rendah diri yang menghantui ketika berada di dekat para mantan juragan itu, membuatku bersyukur, ternyata miskin itu ada gunanya. Kejadian Panci mah tak ada apa-apanya dibandingkan nasib teman-teman yang hidupnya terus di kejar-kejar para penagih hutang. Tak ada seujung kuku pun.

#setip day 32

Monday, May 06, 2019 No komentar
Pada suatu sore yang cerah, aku, Jack dan Engkoh lagi duduk bersantai sambil di trotoar  dekat gerbang kampus hijau. Yang dibahas bukan masalah besar seperti hiruk pikuk perpolitikan di tanah air. Yang menjadi fokus obrolan kami apalagi kalau bukan mencari celah perbaikan taraf hidup, atau mencari pekerjaan.

Sumber Foto. Pexels.com

Namanya juga mahasiswa, dimana-mana yang namanya mahasiswa itu identik dengan bokek. Kecuali yang memang berasal dari keluarga berada. Makanya, karena ke bokek-annya banyak yang menjadi kreatif. Kreatifnya bermacam-macam. Ada yang menggunakan cara yang baik, benar dan lurus seperti berbisnis kecil-kecilan dengan cara jualan kue yang dititipkan di warung-warung, jualan aksesoris yang dititipkan di KOPMA ( Koperasi Mahasiswa ), menjadi pramuniaga, jadi guru honor, OB ( Office Boy ), jualan buah, tukang ojek, Jasa pengetikan, dan lain sebagainya.

Tetapi, ada juga yang pingin hidup enak tapi tak perlu bersusah payah. Yang ini lumayan ragamnya. Paling ringan biasanya sengaja mencari pacar yang tajir, tapi ada juga yang korupsi duit organisasi, hingga yang menjual diri ke om-om, tapi diatas semua itu yang paling fenomenal adalah ikut bisnis voucer yang beromset miliyaran.

Menyangkut bisnis Voucer ini mengapa ku bilang fenomenal. Karena yang menjadi Top Leadernya, adalah beberapa teman yang lumayan dikenal, dan yang menjadi anggotanya berasal dari seluruh penjuru wilayah Kalimantan, di dalamnya termasuk  beberapa orang dosen.

bisnis ini begitu memikat, karena cara mendapatkan penghasilan dengan cara yang sangat mudah. Kita hanya perlu menanamkan modal yang telah ditetapkan, kemudian setiap bulan kita akan mendapatkan bagi hasil sekitar 20% dari modal yang kita tanamkan. 

Semakin banyak modal yang kita tanamkan semakin banyak juga bagi hasil yang kita dapatkan. Jangan heran, karena iming-iming kenyamanan yang didapatkan, banyak sekali orang yang akhirnya bergabung dengan  menggadaikan sertifikat rumah, tanah, motor, mobil, bahkan berhutang di bank untuk ikut bisnis ini.

Dan terjadi perubahan yang mencolok pada mereka yang terlibat dalam bisnis ini. Jika tadinya ke kampus hanya menggunakan motor tua, tiba-tiba datang ke kampus dengan mengendarai Mobil Taruna keluaran terbaru. Motor ninja, motor-motor bebek keluaran terbaru. HP termahal, belum lagi penampilan yang tiba-tiba rapi dan modis padahal tadinya jorok dan dekil.

Tempat nongkrong juga mengalami pergeseran. Dari yang tadinya sekretariat kegiatan mahasiswa, berubah ke kafe-kafe mahal, tempat bilyard, diskotik maupun hotel.

Alhasil kampus tiba-tiba lengang karena penghuni tetapnya pada beralih. Dan yang paling mencolok tempat makan. Jika sebelum berjaya warung pisang gorengnya Abu, warung makan Paman Kumis, warung makan Amir adalah tempat terfavorit untuk berkumpul. 

Sekarang tempat itu telah ditinggalkan, karena tak lagi memenuhi syarat standar kaum berkelas. Sebagai orang yang punya banyak duit walau statusnya masih orang kaya baru, semua itu tak laku lagi. Beralih ke Restoran-restoran yang tak mampu kubayangkan karena harganya yang selangit untuk kantongku yang senin jum'at. Pokoknya semua berubah.

Termasuk Komunitas pertemanan. Kalau sebelumnya mereka adalah teman-teman ngumpul yang lumayan akrab, sekarang karena jurang pemisah antara si kaya dan si miskin yang menganga begitu lebar diantara kami.

Membuat masa-masa manis itupun ikut berlalu. Mereka bergaul hanya dengan orang-orang se komunitas mereka. Dan karena kami bukan bagian dari mereka, otomatis kami berada di luar garis itu. Berada di dekat mereka berkisar 50 Meter saja, sudah mampu menimbulkan perasaan tak nyaman didalam perut. Apalagi kalau cuma berjarak 2 Meter, bisa-bisa kami bertingkah laku seperti MR. BEAN yang tiba-tiba kocak karena perasaan minder yang tiba-tiba muncul.

Sebenarnya, aku bukannya tak tertarik dan tergiur untuk ambil bagian dalam bisnis tersebut. Tetapi apalah daya aku yang tak punya darah orang kaya di dalamnya. Jangankan duit 5-10 juta, uang 100 ribu saja aku kerepotan mendapatkannya. Jadilah aku hanya sebagai penonton daja, melihat teman-teman yang tiba-tiba kaya mendadak dengan perasaan pilu yang menusuk. hiks!

Bersambung

#setip day 31

Monday, May 06, 2019 No komentar
Kemana perginya cinta yang dulunya membara itu. Janji untuk membangun rumah tangga bahagia, melewati badai bersama, berbagi suka maupun duka hingga menutup mata. Begitu mudah semua itu terlupakan, berganti dengan kemarahan, kebencian, dendam dan penderitaan.



Pada dasarnya tidak ada satu pasangan pun yang berniat menikah untuk bercerai. Semuanya mendambakan keluarga yang bahagia, rumah yang tentram, karir yang cemerlang, anak-anak yang baik cerdas dan tidak menyusahkan.

Namun, kenyataan di lapangan sering kali bertolak belakang. Harapan yang tidak realistis terhadap pasangan sering kali menjadi pemicu terjadinya keributan. kecewa hati menyadari sang pasangan yang tak sesuai harapan , perbedaan yang tak kunjung mendapat jalan keluar hingga ketidaksiapan menjadi orang tua. Semuanya berpotensi memicu ketegangan dan pertengkaran.

Lalu, di mana letaknya kebahagiaan? Jika yang terjadi hanya pertengkaran demi pertengkaran. Hilangnya rasa cinta, lenyapnya sikap saling menghormati, serta tidak adanya perasaan aman dan nyaman. Mempertahankan kebersamaan justru semakin memperdalam luka. Rumah tangga yang seharusnya menjadi tempat berteduh di kala lelah jiwa dan raga malah berubah menjadi neraka yang tak berujung. 

Jadi sering merenung, apa sebenarnya yang salah. Padahal, seperti yang pernah di ungkapakan pada seorang teman. Sebagian besar pasangan ketika memutuskan untuk menikah, adalah keputusan yang di buat secara sadar, termasuk memilih si pasangan pun sadar, tanpa di paksa oleh pihak manapun. Artinya, jika itu adalah pilihan sadar seharusnya kedua belah pihak bertanggung jawab untuk membangun kebahagiaan di dalamnya. Bukannya malah menciptakan neraka.

Betul, tidak ada satu rumah tanggapun di muka bumi ini yang tidak mengalami konflik. Bahkan, konflik kadang sangat di perlukan untuk menegaskan tentang keinginan satu sama lain. Kita jadi tahu keinginan dan harapan masing-masing, dan biasanya, selama tidak mengarah pada penghinaan terhadap martabat pasangan dan berujung pada kekerasan fisik, justru bisa menjadi perekat yang menyatukan keduanya. Tanpa konflik, rumah tangga akan terasa hambar seperti membuat sambal tanpa cabe.

Tapi bagaimana jika yang terjadi itu konflik yang terus menerus, ujung-ujungnya saling menyakiti satu sama lain, pastinya bukan kebaikan dan kemesraan yang di dapat, yang timbul hanya perasaan marah, lelah, tertekan, sakit hati. Tentu siapa saja tidak ada yang bahagia jika iklim rumah tangganya seperti ini.

Meski begitu tidak sedikit pasangan yang mempertahankan rumah tangganya walau sudah tidak bahagia lagi. Alasannya, bisa bermacam-macam. Di antaranya pasrah karena beranggapan sudah takdir hidup, takut memulai hidup baru jika bercerai, atau demi anak-anak. Memprihatinkan memang, tapi sekali lagi sama seperti keputusan untuk menikah, hidup di dalam rumah tangga yang tidak bahagiapun juga pilihan sadar.

Pertanyaannya apa yang harus di lakukan? Jawabannya, segala keputusan ada pada tangan yang menjalani. Mau bertahan atau menyerah pada kebebasan, kedua tindakan tentu memiliki risikonya masing-masing. 

Bertahan berarti bertaruh dengan nasib. Siap bila harus merasakan kesakitan lagi, sedia dan sanggup menanggung beratnya beban batin, pasrah dan ikhlas meski di injak-injak martabat kemanusiaannya, atas nama keutuhan rumah tangga.

Begitupun bagi yang menyerah dan memilih berpisah. Dengan melepaskan diri dari ikatan perkawinan tidak bahagia, pun memiliki konsekuensi. Kenangan kurang menyenangkan yang diperoleh dari masa lalu sedikit banyak meninggalkan trauma. Merasa rendah dan terhina karena telah gagal membina rumah tangga, perasaan ditolak dan tidak dicintai mampu merusak kepercayaan diri sampai titik terendah, belum, ketidak mampuan untuk kembali percaya pada nasib baik, hingga menyesali takdir. Butuh usaha yang keras untuk bangkit menata hidup dan keluar dari kubangan penderitaan, entah sampai kapan.

Tak ada jalan lain kecuali menjalaninya, bahagia sedih, susah senang, pasang surut inilah hidup, setidaknya apapun pilihan hidup yang diambil jangan pernah menyerah dan berputus asa. Karena kita semua berhak untuk bahagia.

#Setip day 30

Monday, May 06, 2019 No komentar
Cerita ini mengenai seorang teman, menikah selama 17 tahun lamanya kemudian bercerai. Permasalahan utama tidak tahu persis, hanya dia dan suaminya yang paling tahu. namun, ada satu poin yang menjadi perhatianku secara serius.

Sumber Foto. Pexels.com

Dia mengatakan, hampir selama 17 tahun dia merasa tidak menjadi dirinya sendiri. Setiap melalukan sesuatu termasuk yang menyangkut, minat, hobi dan bergaul, harus lah selalu mengacu pada kehendak sang suami. Bahkan perkara yang baik maupun buruk, benar salah, semuanya tergantung pada pendapat si suami. Jika baik menurut suami maka baiklah hal tersebut untuknya, namun sebaliknya jika tidak, maka hal tersebut pasti buruk.

Jika si teman itu mencoba untuk melakukan pembangkangan dengan menentang kehendak si Raja rumah tangga tersebut, akibatnya bisa gawat. Menimbulkan kemurkaan sang suami. mengalirlah, kata-kata paling sakti bernada menyakiti, mengintimidasi, merendahkan, menghinakan, dan lain sebagainya.

Untungnya, masih menurut teman tersebut, keadaan ini telah berakhir. Ya…benar, karena perbedaan yang ada semakin memperlebar jurang pemisah diantara mereka. Maka, diputuskanlah kata sepakat untuk menempuh hidup masing-masing alias bercerai. Sekarang, si teman maupun si mantan suami telah kembali membina rumah tangga dengan pasangan baru.

Pernikahannya benar hanya dengan orang yang salah. Ini kira-kira kalimat yang tepat dalam menggambarkan situasi di atas. Istilah yang lagi populer saat ini rumah tangga mereka sedang ada aktivitas KDRT alias kekerasan di dalam rumah tangga. Bentuknya tidak harus selalu kekerasan fisik. Kekerasan non fisik pun terhitung sebagai kekerasan juga. Bahkan, kekerasan non fisik jauh lebih berbahaya di banding kekerasan fisik, karena langsung menyerang mental seseorang.
Dapat mengakibatkan disorientasi kepribadian seperti merasa rendah diri, paranoid, pesimis, frustrasi, hingga depresi berat. Efek yang buruk, bayangkan jika hal ini terjadi pada seorang ibu . Pasti yang menjadi korbannya adalah anak-anak. Bukan hanya di rumah, kehidupan sosial hingga pekerjaan pun jadi terganggu .

Di samping itu, korban tidak dapat mengadukan kepada pihak yang berwenang menyangkut kekerasan non fisik karena tidak ada bukti yang menguatkan, berbeda dengan kekerasan fisik yang dapat dibuktikan melalui visum . Inilah yang membuat para korbannya tidak berdaya.

Banyak yang putus asa namun tidak sedikit yang bangkit untuk melawan, hingga berlaku agresif. Beberapa contoh yang di tayangkan pada media cetak maupun elektronik mengenai seorang istri yang menganiaya hingga membunuh sang suami karena tak tahan lagi menerima perlakuan yang tidak manusiawi itu, membakar bahkan memutilasi sang pasangan. Mengenaskan memang. Tetapi hal ini membuka mata kita betapa efek penindasan di dalam rumah tangga tidak bisa dianggap kecil dan remeh.


Ungkapan yang mengatakan orang yang paling berpotensi untuk menyakiti diri kita adalah orang terdekat, sedikit banyak ada benarnya. Tak di sangka namun banyak kejadian. Suami atau isteri yang seharusnya orang yang paling kita cintai tempat menyandarkan hidup dan harapan. Tempat berbagi suka dan duka. Tempat meminta perlidungan baik secara jasmani maupun emosional, ironisnya justru menjadi pelaku utama yang membuat luka.

#Setip day 29

Monday, May 06, 2019 No komentar
Newer Posts
Older Posts

About me

About Me
Hai, nama saya Golde. Saya IRT satu orang putra, yang serius menekuni dunia menulis sejak tahun 2018. Saya telah menulis sebuah buku solo, beberapa buah antologi, dan menjadi penulis artikel lepas untuk media online.

Follow Us

Labels

about me Aktivitas Blogging Cerbung Cerpen Cooking Curhatku Drama Korea Family Food Inspirasi Kesehatan Keuangan kontak saya Movie Parenting Prosa Review Training Traveling Writing

recent posts

Total Pageviews

Blog Archive

  • ►  2020 (10)
    • ►  October (5)
    • ►  February (4)
    • ►  January (1)
  • ▼  2019 (70)
    • ►  September (1)
    • ▼  May (9)
      • Tsundere Part 1
      • Bandidah
      • Benyaru Part 2
      • Benyaru Part 1
      • Ada Uang Abang Disayang
      • Juragan Voucher Versus Juragan Panci Part 2
      • Juragan Voucher Versus Juragan Panci Part 1
      • Cinta Biru Part 2
      • Cinta Biru Part 1
    • ►  April (5)
    • ►  March (15)
    • ►  February (10)
    • ►  January (30)
  • ►  2018 (25)
    • ►  November (4)
    • ►  October (21)
  • ►  2017 (2)
    • ►  November (2)

One Day One Post Estrilook

One Day One Post Estrilook

Blogger Squad Estrilook

Blogger Squad Estrilook

Followers

FOLLOW ME @INSTAGRAM

Created with by ThemeXpose